Guru ; Membacalah, Berbenahlah!




Oleh Arif Yudistira*)

          Guru adalah kunci. Ia menghantarkan anak-anaknya mengenali dan membuka cakrawala dunia. Bersama guru yang baik, dan kreatif, lahirlah murid-murid yang kreatif pula. Begitu pula sebaliknya, di tangan guru yang statis, dan tak kreatif, murid-murid pun akan lahir murid yang biasa-biasa saja. Pendeknya, di tangan guru itu pula terletak masa depan murid. Kita jadi ingat kata-kata Soekarno yang ada di buku Dibawah Bendera Revolusi : “Alangkah hebat pekerjaan seorang guru itu, di tangannya itulah terletak masa depan murid-murid kita, terletak masa depan bangsa”. Kita jadi ingat memori ketika Soekarno presiden pertama kita. Ia adalah didikan dari berbagai macam guru. Dari Tjokroaminoto, dari Ahmad Dahlan, sampai dengan Ki Hadjar Dewantara.
            Guru, begitu disegani dan dihormati di dalam masyarakat kita. Hal ini karena guru dianggap  tak hanya memiliki kompetensi mendidik yang bagus, tetapi juga kemampuan bersosialisasi dan bermasyarakat yang baik. Di setiap perannya di masyarakat, guru mampu menyesuaikan diri dengan baik.Dalam dunia pendidikan, posisi guru dianggap sebagai posisi paling penting, ia adalah ujung tombak dari setiap kebijakan pendidikan. Di setiap kebijakan pendidikan apapun itu, guru tetap dilibatkan, karena ia yang langsung berhubungan dengan murid. Guru yang langsung berhadapan dengan realitas pendidikan yang terdekat. Karena itulah, ketika kebijakan pendidikan dibuat tanpa mempertimbangkan guru, kebijakan itu biasanya tak bertahan lama.
            Karena posisinya yang penting itu pula, pemerintah memandang bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas guru tak boleh berhenti. Dari sisi kuantitas, jumlah guru sampai sekarang ternyata belum mampu memenuhi kebutuhan di seluruh negeri ini. Karena itulah, dibuka program guru gugus depan, yang mengajar di daerah pelosok. Program ini tentu saja sangat membantu daerah-daerah tersebut, tetapi tantangannya adalah bagaimana guru-guru ini memiliki etos yang tinggi dan mau berkorban mengajar di daerah tertinggal.
            Dari sisi kualitas, pemerintah juga menyelenggarakan program pelatihan guru (PPG). Akan tetapi sayang, ribuan guru masih belum mampu memenuhi standar kompetensi yang diujikan di PPG. Banyak guru yang belum lulus ujian PPG. Hal ini bukan hanya membuat kita miris, tetapi juga membuat para guru mesti berinstropeksi dan terus berbenah. Banyak faktor yang membuat guru tidak lulus ujian kompetensi dari pemerintah. Selain sudah jarang belajar tentang materi yang diujikan, juga pengaruh dari internal guru itu sendiri.
            Iklim yang ada di sekolah membuat guru makin terpacu untuk mengajar terus-menerus, hingga lupa kewajibannya untuk terus belajar. Padahal, guru tak melulu menjadi manusia yang serba tahu, seiring dengan berkembangnya teknologi informasi, anak-anak kita menjadi lebih tanggap dan lebih tahu soal perkembangan terkini. Bila guru tak mau dan malas belajar, tentu bisa dibayangkan bagaimana guru itu akan gagap menghadapi bagaimana murid-murid dan anak-anak kita sekarang. Padatnya kesibukan mengajar para guru, terlebih yang ada di sekolah full-day tentu saja mengakibatkan para guru tersedot pikiran dan tenaganya. Bila ia tak pandai mengatur waktunya, tentu saja kesempatan belajar menjadi semakin hilang.
            Terlebih ketika guru-guru di sekolah tidak ada program guru belajar. Mereka semakin sibuk dengan administrasi dan kesibukan mengajarnya. Penting sekali bagi sekolah di era sekarang untuk terus mengikuti perkembangan dan informasi terbaru di dunia pendidikan. Di era sekarang, tidak hanya metode pengajaran yang terus berkembang, tetapi juga perkembangan kurikulum dan inovasi di bidang pendidikan yang terus-menerus.  Sekolah yang terus belajar dan terus mengembangkan kualitas gurunya tentu saja akan berdampak baik bagi perkembangan murid-muridnya juga. Meski sudah menjadi guru, tentu saja belajar dan terus membaca tak boleh berhenti dilakukan. Sehingga ia tak gagap dan gagu menghadapi perkembangan zaman yang serba cepat.

           

*) Penulis adalah GURU MIM PK Kartasura, Peminat Dunia Pendidikan dan Anak, Penuli buku Ngrasani! (2016)
*) Tulisan dimuat di SOLOPOS 

Komentar