Oleh Arif Yudistira*)
Anak-anak kita dipengaruhi oleh
lingkungannya. Lingkungan adalah salah satu faktor penting dalam mendukung
kecerdasan anak. Menurut dr. Melly Budhiman di Majalah Intisari (Maret, 1996),
kecerdasan atau intelegensi anak dipengaruhi oleh tiga faktor di antaranya
faktor bawaan, faktor gizi, dan faktor lingkungan.
Lingkungan ikut serta dalam
membentuk cara belajar, hingga cara anak menyikapi sesuatu. Satu contoh
lingkungan yang ramai, meriah, serta banyak orang, membuat anak mudah
bersosialisasi, mudah mengenali karakter orang lain. Begitu pula sebaliknya
apabila lingkungan anak sepi, dan hanya ada ibu di rumah, maka anak akan
cenderung introvert atau menutup diri.Lingkungan yang pertama mereka lihat
tentu saja keluarga, tetapi semakin besar, semakin anak bisa berjalan,
lingkungan anak semakin lama bertambah luas. Ia semakin mengenali desanya,
mengenali orang-orangnya, sampai dengan tetumbuhan di sekitar mereka, serta
teman-teman mereka. Lingkungan inilah yang ikut serta membentuk bagaimana
perilaku anak kita di masa mendatang.
Kita bisa menyimak kisah masa kecil
Soeharto, bagaimana ia belajar dari lingkungannya. Di buku berjudul Anak
Desa (1982) karangan O.G.Roeder, tergambar jelas bagaimana lingkungan di
masa kecil Soeharto. Anak-anak kampung tidak mempunyai alat mainan. Dengan
begitu mereka bermain dengan batu kerikil di jalanan menuju ke rumah, atau
mencakar-cakar tanah dengan jarinya. Ada anak yang diberi permainan yang
dibikin sendiri, dibuat dari cabang-cabang kayu tua ataupun dianyam dari daun
kelapa. Kebanyakan anak-anak itu dibiarkan bermain di kebun (h.134).
Kisah atau cerita Soeharto di masa
kecil barangkali sudah tak dialami kebanyakan anak sekarang di kota-kota.
Mereka semakin jarang melihat sawah, apalagi bermain di sawah. Mereka jarang
sekali kotor dengan tanah, atau dekat dengan alam. Kehadiran teknologi di ruang
belajar seperti handphone atau play station lebih dekat dari mereka. Karena
itulah, wajar bila anak sekarang bukan hanya kurang gerak, tetapi juga kurang
lincah. Kita bisa menilik cerita tatkala Kartini kecil dijuluki Trinil, merujuk
nama burung yang cekatan atau lincah.
Kini, cerita seperti itu menjadi
kian langka. Penuturan serupa tentang alam dan kaitannya dengan anak bisa kita
dapati di buku berjudul Burung-Burung Cakrawala karya Mochtar
Pabottingi. Ia menuliskan pengalamannya: “Aku paling suka bermimpi menjadi
seekor burung. Sedari usia dini aku sudah menyukai dan mengagumi aneka ragam
burung di sekitar rumah. Di rumah panggung kami yang semuanya terbuat dari
kayu, selalu terdengar suara burung atau serangga apapun pada keempat sisinya. Aku selalu
cemburu pada kemampuan burung-burung itu untuk terbang ke dan hinggap begitu
mudahnya di mana saja mereka suka".
Dari alam, anak-anak tak hanya
belajar tentang gerak, tentang bunyi, tentang nama-nama pohon, hewan, dan dunia
yang ada di sekitarnya. Dari alam itulah, anak-anak juga belajar kearifan dan
kebijaksanaan yang tak selalu bisa dinilai dengan angka atau huruf-huruf
semata.
*) Peminat Dunia Pendidikan dan
Anak, Penulis Buku Ngrasani! (2016)
*) Tulisan dimuat di portal
anggunpaud.kemendikbud.go.id
Komentar
Posting Komentar